Oleh Neni Nilasari

Jam sudah menunjukkan pukul 21.30 ketika saya datang bersama seorang teman ke perempatan Tugu melalui jalan Jendral Sudirman. Tugu sudah ramai dengan para pengunjung yang tampak asyik berfoto dan bercengkrama di sekitar Tugu, bergerombol dan menikmati suasana Yogyakarta di waktu malam, tanpa sadar akan apa yang akan terjadi di sana.

Hari itu adalah hari Sabtu tanggal 28 September 2013, hari yang juga merupakan hari aborsi aman sedunia.Kami datang ke sana untuk menjadi peserta flashmob It’s My Circle, untuk memperingati hari itu. Hari dimana kami bisa menyuarakan tuntutan perempuan akan hak seksual dan kesehatan reproduksinya dengan lantang di depan publik.

488355_416032801788459_1851952822_nSemakin kami mendekat ke Tugu, tampak semakin banyak wajah-wajah yang kami kenali. Rekan-rekan seperjuangan rupanya sudah banyak yang lebih dulu datang ke sana. Sekitar 60 orang rekan kami membentuk grup-grup kecil yang tersebar di sekitar Tugu. Mengejutkan sekaligus menyenangkan ketika tahu bahwa bukan hanya kami yang perduli pada aksi global ini. Teman-teman lain yang tergabung dalam It’s My Circle, meskipun mengusung isu berbeda, pun mau turut serta bergabung bersama kami, menunjukkan keperduliannya pada hak-hak perempuan di seluruh dunia.

Tepat pukul 22.00 WIB kami bergerak mendekat ke Tugu. Sesuai arahan para koordinator lapangan, kami menunggu hingga mobil pick up yang membawa beberapa rekan kami datang. Tak lama kemudian, kami mendengar suara teriakan “It’s my circle!” yang langsung kami balas dengan teriakan “It’s my right!” sembari membentuk lingkaran mengelilingi Tugu. Rekan-rekan yang berada di mobil pick up berloncatan turun dan bergabung bersama kami membentuk lingkaran dengan bergandengan tangan. Beberapa pengunjung Tugu yang “terjebak” di tengah lingkaran kami ajak untuk bersama-sama bergandengan tangan, menyuarakan tuntutan perempuan akan hak mendapatkan aborsi aman dan legal.

Sesuai komando, ketika lampu merah di jalan Jendral Sudirman menyala, kami seraya bergandengan tangan mengelilingi Tugu berteriak dengan lantang, “It’s my circle, it’s my right, safe abortion now. It’s my circle, it’s my right, legal abortion now.” Atau dalam bahasa Indonesianya: Ini lingkaranku, ini hakku, aborsi aman sekarang. Ini lingkaranku, ini hakku, aborsi legal sekarang. Kami mengulangnya hingga 4 kali. Beberapa rekan kami dan juga pengunjung yang tertarik pada aksi kami sibuk mengabadikan aksi kami dengan kamera foto dan video. Keriuhan kami mengundang perhatian para pengguna jalan. Kendaraan yang melewati kami maupun para pejalan kaki menoleh dan memandang dengan rasa ingin tahu. Pertunjukan kami belum selesai, setelah meneriakkan kalimat-kalimat tuntutan tadi, rekan-rekan kami dari komunitas sepeda tinggi yang berkumpul di sudut barat Tugu kemudian membentangkan spanduk sepanjang 2 meter bertuliskan, “ aborsi aman sekarang”, dan “aborsi terjadi, buatlah aman buatlah legal”. Lalu kami semua bertepuk tangan kemudian membubarkan diri.

Kesuksesan perayaan 28 September tersebut tidak lepas dari tangan dingin koordinator pelaksana lapangan, Tia. Dalam melakukan pekerjaan ini Tia merasa tertantang untuk membangun keyakinan bersama bahwa ini penting untuk disuarakan sekarang juga. Baginya, perayaan 28 September ini lebih dari sekedar momentum, namun juga menjadi catatan sejarah pergerakan perempuan yang vital. Feminis tidak lagi soal identitas. Hak untuk aborsi aman dan legal perlu didayaupayakan.

Lain halnya dengan Inna Hudaya; peserta flashmob yang juga direktur Samsara, sebuah LSM yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan hak – hak seksualitas perempuan yang juga mengusung isu tentang aborsi aman. Baginya perayaan 28 September ini menunjukkan bahwa kita tidak sendirian. “Bergerak di isu minor seperti ini, kita sering merasa  sendirian dan tidak punya dukungan dari jaringan. Namun ternyata ada begitu banyak perempuan yang melakukan dan memperjuangkan hak yang sama dan bersama-sama kita menyuarakan hal ini di 28 September”, jelasnya.

Namun ketika ditanya puaskah ia pada acara kampanye 28 September 2013 ini, Inna mengaku belum puas. “Apa yang kita lakukan di tahun ini sudah lebih baik dari yang kita lakukan di tahun 2011. Kalau dilihat dari di mana flashmob ini dilakukan itu sudah satu kemajuan, karena dilakukan di ruang publik.  Tapi kalau ditanya apa aku sudah puas, jawabannya tidak, karena kita masih bisa melakukan yang jauh lebih baik di tahun-tahun yang akan datang”, jawabnya.

Sebagai catatan, kesadaran masyarakat akan aborsi aman cenderung meningkat dilihat dari keyword yang mereka gunakan untuk mengakses situs-situs tentang aborsi. Di tahun 2008 – 2010 keyword yang digunakan orang untuk menemukan informasi tentang aborsi  adalah kata “aborsi”. Namun dari 2010 sampai sekarang keyword yang paling banyak digunakan adalah “aborsi aman”. Begitulah informasi singkat yang dibagikan Inna Hudaya kepada saya.

Kita harapkan gerakan aborsi aman dan legal ini terus berkembang di tahun-tahun yang akan datang, mengingat AKI (Angka Kematian Ibu) yang masih tinggi di Indonesia, di mana salah satu faktor penyumbangnya adalah aborsi yang tidak aman. Kami juga terus mengupayakan sensitifikasi masyarakat pada kata “aborsi” sehingga perbincangan mengenai aborsi tidak lagi menjadi hal yang tabu di masyarakat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here