aksi-2Dalam sepekan ini masyarakat disuguhi berita-berita yang memuakkan. Ya, berita soal mahasisiwi salah satu Perguruan Tinggi di Yogyakarta yang meninggal dan diduga karena mengalami pendarahan hebat. Berbagai media secara vulgar menuliskan identitas lengkap korban tanpa mempedulikan kode etik jurnalistik. aBelum lagi kasus lainnya, dimana seorang perempuan menjadi korban tewas akibat dianiaya. Muatan berita kasus ini salah kaprah. Media lebih banyak menulis opini tanpa mempedulikan fakta yang sebenarnya. Yang penting beritanya bombastis, itu yang menjadi sorotan media kita. Semakin menegaskan bahwa media tidak memiliki perspektif yang baik, baik itu perspektif korban maupun perspektif perempuan secara umum.
Oleh karena itu, jaringan perempuan melihat situasi ini sebagai “Jogja darurat kekerasan seksual.” Berita-berita darurat kode etik jurnalistik. Keji tak berempati. Atas dasar hal tersebut, tepatnya 5 Mei 2015 Jaringan Perempuan Yogyakarta, OBR (One Billion Rising) Yogyakarta, Perempuan Mahardika dan JPPRT menggelar konferensi pers sebagai bentuk Solidaritas dan Pernyataan Sikap Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di DIY. Berikut ini pernyataan sikapnya :

PERNYATAAN SIKAP

Jogja Ilang Roso
“Hilangnya Rasa Kemanusiaan dan Kepedulian di DIY”

Dua peristiwa terjadi beruntun, dua  perempuan kehilangan nyawa, di Yogyakarta yang katanya istimewa. Dua peristiwa ini meneguhkan pernyataan JPY di awal tahun 2013 lalu, darurat kekerasan seksual bukanlah sekadar seruan tetapi persoalan yang harus diselesaikan melalui komitmen negara. Kematian seorang mahasiswi saat melahirkan menyentak nurani kita, inikah wajah kemanusiaan kita hari ini? Sedemikian acuhkah kita hari ini ? Belum usai duka kita, kemanusiaan kita kembali dikoyak oleh kejadian kekerasan dan pembunuhan perempuan muda.

Media yang semestinya berperan sebagai corong faktual dalam advokasi kekerasan seksual, justru sering melakukan viktimisasi yang tidak mengindahkan kode etik jurnalistik. Dengan penulisan identitas yang jelas dengan penyebutan nama, pemberitaan yang dilakukan secara gamblang  melanggar prinsip penghargaan kepada yang sudah mati dan menghilangkan empati pada keluarga korban. Pemberitaan yang sensasional dan bombastis tidak seharusnya disajikan terutama dalam pemberitaan kedua peristiwa di Yogya belakangan ini. Peran media sebagai sumber berita yang aktual dan faktual tetap penting dan publik harus mampu kritis untuk menjaga peran tersebut berjalan baik.  Di sisi lain, pemerintah yang memiliki kewenangan pengawasan seringkali lalai melakukan fungsi pengawasannya. Pengawasan publik dan pemerintah terhadap pemberitaan sudah harus bisa mengingatkan dan mengarahkan media untuk bisa melakukan pemberitaan yang lebih berperspektif korban.

Peristiwa tersebut harusnya menjadi lonceng peringatan sekaligus mempertanyakan kembali apa yang terjadi dalam masyarakat kita. Setidaksensitif itukah kita dan apakah kita akan terus lalai sehingga dua nyawa melayang mengenaskan dan luput dari perhatian kita? Jogja berhati nyaman sudah tidak lagi sejalan dengan realita, seolah kemanusiaan mulai tergerus dalam paradoks pembangunan.

Menyikapi peristiwa ini dan juga pemberitaan yang dilakukan oleh sejumlah media, Jaringan Perempuan Yogyakarta, OBR Indonesia-Yogyakarta, Perempuan Mahardika dan JPPRT mendesak hal-hal sebagai berikut:

  1. Kepekaan media dalam pemberitaan yang mengedepankan prinsip non diskriminasi dan perlindungan korban, kami menuntut media memberikan koreksi pemberitaan atas berita yang mengabaikan kode etik jurnalistik.
  2. Komitmen para kepala daerah untuk mengambil sikap dan melakukan aksi nyata pencegahan melalui perluasan informasi dan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi dan perlindungan terhadap perempuan.
  3. Kami menyerukan kepada masyarakat Yogyakarta untuk menghidupkan kembali kepedulian–rasa saling menghormati, melindungi dan menjaga serta kepekaan sosial terhadap sesama warga– sebagai bagian dari identitas Yogyakarta.
Yogyakarta, 04 Mei 2015
Tidak selesai sampai disitu Jaringan Perempuan Yogyakarta juga akan melanjutkan aksi solidaritas di titik 0 KM Malioboro pada 10 Mei 2015, pukul 19.00 WIB.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here