Kolase untuk saya adalah berdaya, karena saat membuat kolase saya mempercayai kekuatan dan kemampuan jemari serta mata saya, serta ide di dalam kepala untuk membuat sesuatu yang baru dari berbagai materi yang sudah ada sebelumnya. – Ika Vantiani
Eksplorasi hal baru dan mendalami hal-hal yang sebelumnya, secara personal, jarang kita lirik memang menyenangkan. Terlebih karena kita tidak tahu apa bagaimana hasil akhirnya atau bahkan kita tidak tahu apa yang diharapkan. Semuanya penuh kejutan.
Begitu pula dengan proses membuat kolase, atau collage, menurut Ika Vantiani, seorang seniman kolase Indonesia yang menjadi fasilitator workshop membuat kolase untuk teman-teman Samsara dan Nyinga Laha.
Diseminasi informasi terkait kesehatan reproduksi merupakan salah satu fokus Samsara, terutama untuk memastikan bahwa semua orang mengenali hak mereka, dan orang-orang saling menghormati dan mengenali hak semua orang.
Semua itu dapat dilakukan dengan berbagai medium yang masing-masing mengandung pesan tersendiri. Salah satunya melalui karya seni. Walau selama ini dipandang sebagai sesuatu yang eksklusif dan sophisticated, pertemuan kita dengan Ika Vantiani membuktikan bahwa kita hanya membutuhkan jemari-jemari untuk berkarya.
Tidak perlu minder bila kamu tidak punya kemampuan menggambar atau melukis. Kamu dapat memanfaatkan alat dan bahan yang ada di sekitarmu! Tidak punya majalah? Bisa memanfaatkan kertas bekas. Tidak punya kertas? Dapat menggunakan teknik kolase digital.
Berikut beberapa dari hasil kolase teman-teman Samsara:
Oleh: Dina
Ini karya kolaseku tentang ketertinggalan sejarah perempuan dalam historiografi Indonesia karena selama ini historiografi Indonesia dipenuhi tema-tema sejarah politik, militer atau sejarah tentang kekuasaan serta keperkasaan, dua hal yang selama ini didominasi oleh laki-laki, ditulis oleh laki laki dan dengan narasi laki-laki.
Oleh: D. Purnama
“Mother of Life”.
Aku ingin menceritakan tentang peran bumi dan perempuan yang selaras dan saling terpaut di satu titik sebagai pemberi kehidupan, bahwa keduanya memiliki kesamaan dalam kemampuan menjaga yang bertumbuh dan hidup.
Oleh: Raras
Ekspektasi yang tidak realistis dibebankan pada perempuan: kulit dengan complexion yang sempurna tanpa make up, harus oke dalam pekerjaan domestik dan publik sekaligus (sedikit kesalahan, kamu bukan perempuan yang oke), hingga menyoal bau badan. Sering terdapat bercandaan berbau seksis yang membahas mengenai bau vagina hingga kita sering menutupinya dengan parfum yang malah berbahaya bagi kesehatan. Padahal kehadiran bau (yang tidak menyengat) itu normal terutama karena vagina mengeluarkan cairan yang bersifat asam. Selain itu, bau vagina dapat menjadi alarm bagi kita jika terjadi sesuatu terhadap tubuh dan dapat segera mencari solusi medis, bukan diolok-olok. Tidak lucu. Jangan sampai, demi menuntut untuk selalu sempurna kita malah membahayakan kesehatan reproduksi perempuan.
Oleh: Datan
“Unequal”
I would tell a story about one of the biggest saga happened in the sport I love, a sad story about denied equal acknowledgement. Even though women are playing football in a more elegant manner and more crowded spectators, football is kept widely identified as male-oriented sports.
Oleh: Sinta
“Aku bukan wanita sempurna but still Crazy, Sexy, Cool”