Stigma perempuan sebagai makhluk yang harus bereproduksi saat ini masih sangat melekat di dalam diri perempuan. Pertanyaan-pertanyaan mengenai kapan menikah dan kapan punya anak pun masih sering dijumpai oleh pasangan-pasangan muda.
Menurut Wakil Ketua Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Budi Wahyuni pertanyaan tersebut pada dasarnya sangat normatif karena masyarakat Indonesia menganggap bahwa fungsi perempuan masih dikonstruksikan sebagai makhluk reproduksi.
“Kalau kami dari gerakan perempuan menghadapi pertanyaan kapan nikah dan kapan punya anak yaitu dengan tidak mempedulikannya, karena itu adalah hak setiap perempuan dan sangat privasi,” kata Budi.
Menurut Budi, di kalangan masyarakat di Indonesia saat ini pemahaman tentang konteks pernikahan dan memiliki anak masih sangat timpang. Kalau dari konteks keturunan, pasangan yang sudah memutuskan untuk memiliki anak namun belum juga mendapatkannya, maka perempuan yang selalu disalahkan dan dianggap mandul.
“Kita saat ini masih sosialisasikan mengenai masalah gender ini. Kalau itu tersosialisasi dengan baik harapannya masyarakat akan tercerahkan,” katanya.
Mengenai jika ada pemaksaan perempuan untuk hamil dari keluarganya, menurut Budi, hal tersebut bisa dikategorian sebagai kekerasan non verbal. Namun, saat ini Komnas Perempuan sudah tidak pernah mendapat laporan terkait hal tersebut.
“Pertanyaan mengenai soal nikah dan punya itu sebetulnya lebihh pada produk ketidakadilan gender, tapi kalau konteks pemaksaan nikah itu sudah masuk dalam kekerasan seksual,” kata Budi.
Penulis : Nina Suartika
Editor : Wita Ayodhyaputri