Perwakilan perempuan Indonesia yang hadir dalam Konferensi Beijing+20 review ” Asia Pasific Conference: Gender Equality and Women”s Empowerment” di Bangkok, Thailand yang diadakan Senin (17/11/2014) hingga Selasa (18/11/2014) menyatakan kecewa dengan pernyataan pemerintah Indonesia dalam menanggapi draf dokumen Asia Pacific Ministerial Declaration on Advancing Gender Equality and Women’s Empowerment yang akan disahkan sebagai statemen resmi Negara-negara Asia Pasifik untuk pemajuan hak-hak perempuan yang tertuang dalam Beijing Platform for Action +20.
Kami menilai bahwa pernyataan Pemerintah Indonesia terhadap :
Paragraf 4 : Indonesia menolak pernyataan Australia mengenai hasil review ICPD, CEDAW, Viena Declaration of Human Rights, Indonesia mendukung Iran dan Pakistan, Rusia tidak sepakat dengan penggunaan istilah seks dan gender, orientasi seksual dan identitas gender,
Paragraf 12 : Indonesia menolak istilah orientasi seksual dan identitas gender bersama dengan Iran, Rusia, Pakistan, Bangladesh dan Maldives.
Paragraf 16 : Indonesia tidak setuju dengan istilah various form of families (keberagaman bentuk keluarga) dan mengusulkan penghapusan teks “perbedaan budaya, politik dan sistem sosial di dalam keberagaman bentuk keluarga”
Paragraf 30 : Indonesia mengganti istilah hak dan kesehatan seksual dan reproduksi menjadi kesehatan reproduksi dan seksual dan hak reproduksi
Paragraf 35 : Indonesia mendukung India menggubah istilah konflik menjadi konflik bersenjata yang bertentangan dengan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial
Paragraf 43 : Indonesia menolak digunakannya istilah hak seksual yang diusulkan oleh Australia
Paragraf 46 : Indonesia menolak hak waris perempuan dalam masalah pertanahan.
Sikap dan pernyataan Pemerintah Indonesia yang juga mendukung Pemerintah Iran, Pakistan, dan Rusia menunjukkan kemunduran dan menghambat pemajuan hak-hak perempuan. Kenyataannya, kehidupan dan pemajuan hak-hak perempuan di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir menunjukkan berbagai kemajuan dan capaian, seperti :
1. Undang-Undang No.23 Tahun 2000 tentang Perlindungan Anak.
2. Instruksi Presiden No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender.
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
4. Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
5. Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum.
6. Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
7. Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
8. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia.
9. Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
10. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
11. Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak di area konflik.
Peraturan Empat Kementerian, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Kementerian Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak No. 105 Tahun 2008 tentang Anggaran berperspektif Gender.
Kami, perwakilan perempuan Indonesia, menuntut Pemerintah Indonesia untuk bersikap transparan dan akuntabel dalam membangun strategi diplomasi untuk merespon setiap upaya kemajuan dan pemberdayaan perempuan di Indonesia.
Kami, perwakilan perempuan Indonesia, menuntut Pemerintah Indonesia untuk mempertanggungjawabkan pernyataan-pernyataan yang menujukkan kemunduran terhadap agenda pemajuan hak-hak perempuan dan pemberdayaan perempuan di Konferensi Asia Pasific Tentang Review Beijing+20.