1 Mei 2010, di Sabtu pagi itu adalah hari pertama Sekolah Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi. Di Kedai Hijo Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), sebuah wadah yang disusun dengan konsep sekolah informal ini dimulai. Sekolah merupakan salah satu proyek edukasi yang dibentuk oleh Samsara. Kami menyingkatnya SSKR. Setiap kali orang bertanya, kami hanya memberikan singkatan tersebut. Tujuannya, agar siapa pun yang bertanya tersebut kemudian mencari tahu lebih banyak lagi.
SSKR pertama dilaksanakan di Jogjakarta. Jika ada yang pertama, maka kami berharap akan ada yang kedua, ketiga dan seterusnya.
Kami duduk lesehan. Saya dan Inna berada di depan. Sedangkan peserta duduk mengelilingi empat meja yang telah tertata rapi. Angin lebih leluasa menyapa kami karena tak ada dinding di rumah panggung tempat kami akan belajar. Karpet hijau tempat kami duduk sudah sedikit lusuh tapi bukan masalah. Sepertinya peserta cukup menikmati kesederhanaan yang kami sajikan.
Pembukaan yang sederhana dilakukan oleh Kepala Sekolah SSKR, Sartika Nasmar. Dilanjutkan dengan beberapa kalimat menyenangkan berisi tujuan dan sejarah SSKR terbentuk oleh Direktur Samsara, Inna Hudaya.
Sejarah terbentuknya SSKR merupakan lanjutan dari sebuah grup diskusi bernama Sexuality and Reproductive Health School (SRHS) yang dibentuk oleh Inna Hudaya dan Talcon, seorang gadis asal Amerika. SRHS dilaksanakan setiap hari Sabtu dengan skala peserta umum. Dalam grup ini, Talcon dan Inna memberikan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dengan menggabungkan dua referensi dari dua negara yakni Indonesia dan Amerika. Mereka mencoba merumuskan kemasan yang berbeda dari pelatihan yang biasanya.
SSKR berbeda, karena menyajikan tema yang dasar. Penguatan otoritas tubuh. Menurut Inna, tema ini dipilih agar setiap orang diharapkan dapat memilih metode perawatan untuk tubuhnya sendiri, khususnya pada isu kesehatan reproduksi. Penguatan otoritas tubuh juga memberikan pemahaman kepada banyak orang untuk lebih memahami tubuhnya dan memberikan banyak pilihan-pilihan yang selama ini tidak terpublikasi dengan bagus. Khususnya informasi-informasi mengenai isu seksualitas dan kesehatan reproduksi yang masih terbatas, bahkan masih banyak yang menutup mata bahwa dua hal tersebut bisa jadi sebuah kebutuhan dasar.
“Jika kita bisa memilih makanan masuk ke dalam tubuh kita, kenapa kita tidak bisa memilih penis yang masuk ke dalam vagina kita,” canda Tika –sapaan akrab untuk Sartika Nasmar- saat menyinggung pentingnya memahami pilihan dalam kaitan dengan hak-hak atas pilihan dan kesehatan khususnya pada organ reproduksi.
Pada pukul 08.30 WIB, masing-masing peserta dan panitia saling berkenalan. Tika, yang menjadi fasilitator saat itu memberikan sebuah permainan. Sebut saja, Tak Kenal Maka Tak Sayang. Dalam permainan tersebut, Tika meminta kepada setiap peserta dan panitia untuk menyelipkan istilah seksualitas dan kesehatan reproduksi di belakang nama sapaan mereka. Selain itu, Tika juga meminta agar setiap peserta yang sudah berkenalan mengulang nama setiap rekannya beserta istilah di belakang nama.
Dimulai dari Kepala Sekolah.
“Saya Sartika Nasmar. Teman-teman bisa panggil saya Tika Tetek,” kata Tika. Selanjutnya Inna Hudaya atau Inna Inses. Kapit Kontol. Wita Waria. Syaiful Huda atau Itong Itil. Endang Endok. Angga Yudhiansyah Anal. Ahmad Suhendra Homoseksualitas. Hera Hetero. Yusak E. Kathi Yoni. Astutik Titit. Juju Julianti Jumbut. Agung Prabowo Asi. Hellatsani Widya Ramadhani Memek. Yemmestri Enita Nenen. Fira Khasanah atau Pila Puting. Hunafa Una’ Ureologi.
Sayang, dua peserta tidak hadir pada hari pertama SSKR.
Setelah bermain dan mengenal satu sama lain dengan sederhana, Tika meminta peserta untuk mengungkapkan alasan mereka mengikuti SSKR.
Yusak mengatakan bahwa saat ini kegiatannya sedang fokus pada psikologi klinis yang mempelajari semua hal yang berhubungan dengan hal-hal klinis, seperti kesehatan reproduksi. Dengan mengikuti SSKR, bisa membantunya mendapat pemahaman yang lebih tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi.
Sedangkan Astutik, mengemukakan bahwa isu seksualitas selama ini hanya dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan seks atau medis saja. Tapi Astutik melihat ada persoalan lebih luas dari itu. Yakni, ada peran negara dan tanggung jawab sosial seperti agama untuk meluruskan soal kesehatan reproduksi. Melalui pelatihan SSKR, dia berharap mampu menjawab permasalahan tersebut.
Juju Julianti, salah satu peserta dari SAPDA mengatakan bahwa selama ini kita hanya mengenal alat-alat reproduksi diri kita sendiri. Tapi bagaimana penanganannya dan pencegahannya kita belum tahu persis, hanya sekadar umum saja. “Saya berharap tahu sejauh mana alat reproduksi itu digunakan dan bagaimana penanganan terhadap gangguan kesehatan terkait organ reproduksi,” katanya.
Lain halnya pula dengan salah satu peserta pria yang juga masih menjadi mahasiswa ini, Ahmad Suhendra mengungkapkan pendapatnya bahwa menurutnya anggapan masyarakat yang religius mengenai seksualitas masih dianggap tabu. “Saya ingin mendobrak pengetahuan yang bersifat tabu itu.” katanya.
Selain peserta, Inna juga mengungkapkan harapannya selama proses SSKR berlangsung. “Saya berharap semua perserta yang mengikuti SSKR telanjang. Dalam arti melepaskan semua hal-hal yang mengkonstruksi paradigma tentang seksualitas. Kadang kala diri kita sendiri masih bersikap diskriminasi terhadap tubuh kita. Orang masih malu untuk menyebut organ tubuhnya sendiri. Seksualitas dan kesehatan reproduksi adalah sesuatu yang kompleks. Proses pembelajarannya akan berlangsung terus menerus seumur hidup,” jelas Inna.
Memasuki sesi berikutnya, setelah mengungkapkan berbagai alasan dan harapan, Tika kembali mengambil alih kelas. Menurutnya, dengan mengenal nama dan mengetahui harapan serta alasan untuk mengikuti SSKR ini saja tak cukup. Dia meminta kepada seluruh panitia dan peserta untuk mendeskripsikan dirinya dan aktivitasnya sehari-hari namun dalam durasi 30 detik. Bukankah Tak Kenal Maka Tak Sayang?
Tika memulai.
Nama lengkapnya Sartika Nasmar. Berasal dari Makassar. Menurutnya, dia orang yang simpel dan sederhana walau beberapa temannya mengatakan bahwa ia adalah seorang pemarah. Aktivitas Tika membantu Samsara dibidang advokasi dan edukasi. Selain itu, ia juga senang menulis. Di SSKR, Tika adalah Kepala Sekolah.
Inna Ariyani Hudaya. Dia benci nama tengahnya karena mengingatkannya pada kaum Arya pada rezim pembantaian Hitler dan pembantaian Yahudi. Inna suka memasak, juga menulis. Seringkali gila karena suka menyanyi sambil naik motor atau bicara sendiri di tengah jalan. Namun, Inna menikmati hidupnya.
Syaiful Huda. Biasa dipanggil Itonk. Menurut teman-temannya, dia ngondek. Masih kuliah di UIN jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah. Sehari-hari, Itonk aktif di PLU Satu Hati sebagai staf kebijakan publik.
Endang Fatmawati. Sejak tahun 2005, dia sudah bergabung dengan LSM SOS Children Jogja untuk memberikan bimbingan belajar, kewirausahaan, keterampilan dan lainnya. Endang diberi amanat untuk masuk dalam divisi kesehatan dan lingkungan.
Fira Khasanah Adiana. Asli Yogyakarta dan sekarang tinggal di Kulon Progo. Dia adalah tentor sebuah lembaga pendidikan Bahasa Inggris. Kini, ditugaskan di salah satu sekolah di Moyudan. Menurutnya, dirinya adalah orang yang simpel.
Angga Yudiansyah. Berasal dari Kediri, Jawa Timur. Saat ini bekerja sebagai asisten dosen. Angga orang yang senang berdiskusi.
Ahmad Suhendra. Berasal dari Kota Bogor. Saat ini tinggal di Krapyak. Dan aktivitas sehari-harinya adalah mahasiswa UIN jurusan Tafsir Hadist Usuluddin. Sekarang, Ahmad sedang sibuk mengerjakan tugas-tugas kuliah.
Astutik. Bekerja di LBH Jogja bidang media. Dia adalah lulusan ekonomi namun memiliki hobi di dunia fashion. Sehari-hari, dia bertemu dengan teman-teman dari LSM lain karena LBH menjadi salah satu basecamp kegiatan.
Juju Juliati. Asli Banten. Masih kuliah di STIE dan saat ini aktiv di LSM SAPDA bidang administrasi. Selain itu, Juju juga aktiv di beberapa organisasi yang lain.
Yusak E. Kathi. Asli dari Kepulauan Alor. Tinggal di Denpasar. Saat ini kuliah di Universitas Mercubuana jurusan Psikologi. Yusak mempunyai hobi olah raga terutama tinju. Dia adalah orang yang menyenangi tantangan.
Agung Prabowo W. Senang dengan aktivitas yang berhubungan dengan riset. Saat ini, Agung bergabung dengan PKBI. Dia mengikuti SSKR agar bisa mendapatkan lebih banyak lagi informasi.
Hellatsani Widya R. Asli Yogyakarta. Saat ini kuliah di jurusan Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (UGM). Madha aktiv di pers mahasiswa UGM. Selain itu, bersama dengan kawan-kawan kampusnya, dia ikut merintis diskusi Selasa Setara. Madha adalah orang yang histeris.
Indria Susanti. Saat ini ia masih kuliah di Farmasi UGM. Selain kuliah, Indri aktiv dalam kegiatan-kegiatan di organisasi kemahasiswaan. Hobinya adalah membuat karya kerajinan tangan.
Yemestri Enita. Suka ketawa. Hobi jalan-jalan. Aktiv di Perhimpunan IDEA bidang kebijakan publik. Nita perempuan biasa yang terbiasa bisa.
Nurul Hunafa. Paling muda dan punya pengalaman minim karena baru saja dinyatakan lulus UAN pada hari Senin 26 April 2010.
Perkenalan berlangsung dengan keceriaan dan harapan. Semua peserta tampak menikmati mengenal satu dengan yang lainnya. Tika kemudian membagikan dua kertas berwarna kepada peserta. Biru dan Kuning.
“Teman-teman, saya meminta anda mengisi harapan dan kecemasan anda rasakan untuk proses SSKR ke depan. Biru untuk harapan. Kuning untuk kecemasan. Tuliskan apa pun yang ingin kalian tulis,” jelas Tika.
Memasuki pukul 10.00 WIB, Hera mengambil alih kelas untuk memulai sesi berikutnya yakni penentuan aturan kelas, agenda, bacaan, dan tugas akhir. Hera menjelaskan tentang agenda-agenda yang akan peserta ikuti selama proses SSKR dari tanggal 1 Mei hingga 20 Juni 2010 yakni 16 kali pertemuan.
Selama SSKR, peserta akan mendapatkan materi-materi yang telah dipilih dan sesuai dengan isu seksualitas dan kesehatan reproduksi dengan metode pembelajaran yang telah diatur oleh panitia. Mulai dari presentasi, diskusi, praktek dan permainan yang dinilai membantu peserta untuk belajar mengenal isu ini.
Setiap SSKR berlangsung, peserta juga akan dibagikan berbagai macam materi bacaan yang sesuai dengan tema materi pada keesokan atau minggu selanjutnya. Bacaan tersebut diharapkan menjadi salah satu referensi yang bisa membantu peserta untuk masuk dalam materi yang akan dipresentasikan oleh pemateri yang kemudian didiskusikan. Hal tersebut berlaku disemua sesi dalam SSKR.
Selanjutnya, Hera mengajak peserta untuk membuat dan menyepakati peraturan yang wajib diikuti oleh setiap peserta SSKR.
- Datang tepat waktu yakni pukul 08.00 WIB.
- Toleransi keterlambatan masuk kelas 15 menit.
- Jika terlambat lebih dari 15 menit, maka peserta akan dikenakan sanksi yakni me-review salah satu materi pada hari sebelumnya.
- Panitia yang terlambat akan dihukum berjoged.
- Peserta yang terlambat 3 hari berturut-turut harus membawa snackuntuk semua peserta di kelas.
- Boleh membawa makanan dari rumah.
- Boleh merokok selama di kelas tapi harus berada di tempat yang telah disepakati, yakni di bagian belakang.
- Boleh makan selama kelas berlangsung.
- Tidak boleh mengganggu peserta yang lain.
- Saling menghormati, santai, sopan, dan disiplin.
- Handphone dalam status silent. Bila menerima telepon harus keluar dari kelas.
- Kalau ijin ke belakang harus denga kode yang disepakati.
- Peserta tidak boleh tiduran pada waktu diskusi.
Peraturan dituliskan kembali oleh Wita di sebuah kertas plano sebagai pengingat. Kemudian, Hera memberikan permainan menarik kepada para peserta.
13 peserta diminta untuk membuat lingkaran. Karena jumlah pemain harus genap, maka salah satu panitia wajib ikut bermain, Kapit terpilih. Semua pemain kemudian berhitung dan mulai bermain. Tangan kanan menggenggam tangan kanan pemain lain yang saling berhadapan sedang tangan kiri memegang tangan kiri pemain yang berada di samping. Kemudian, Hera meminta semua pemain untuk mencari cara agar posisi pemain tetap berada dalam kondisi melingkar tanpa harus melepaskan tangan dan posisi tangan yang tepat dalam waktu lima menit.
Waktu habis. Peserta tak bisa menyelesaikan. Hera meminta peserta mengulang. Namun, kali ini dengan cara mengurangi dua pemain. Peserta kemudian diberikan kesempatan untuk menunjuk instrukstur yang bertugas sebagai pemberi petunjuk. Peserta memilih Juju.
Permainan yang sama di mulai. Hanya dengan 12 peserta. Berbagai posisi dilakukan peserta. Saling tunjuk, saling mengarahkan dan tertawa bersama hingga kebingungan. Ada yang harus melangkahi genggaman tangan pemain lain. Ada yang harus jongkok. Waktu yang diberikan Hera telah habis. Mereka belum juga berhasil. Permainan dihentikan. Semua pemain kembali duduk. Lalu dipersilahkan menikmati kopi dan aneka kue tradisional yang disiapkan.
Di sesi selanjutnya, Hera masih menjadi fasilitator. Kali ini adalah sesi dimana peserta wajib mengisi pre-test yang berisi sejumlah pertanyaan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi. Pre-test diberikan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan peserta dalam memahami isu yang diusung dalam SSKR.
Peserta mengumpulkan kembali pre-test yang telah diisi. Sebelum makan siang berlangsung, Hera dan Tika mengajak peserta berdiskusi mengenai perijinan dan dispensasi yang sebaiknya diberikan kepada dua peserta yang tidak hadir pada hari pertama SSKR.
Tika mengatakan bahwa seluruh peserta berhak mendapatkan dua kali ijin untuk tidak hadir di SSKR dengan alasan yang mampu dipertanggung jawabkan. Selain itu, Tika juga mengingatkan bahwa jika ketidakhadiran peserta melewati batas maka akan dinyatakan mengundurkan diri dan mengganti biaya sekolah sebesar Rp. 3 juta.
Meski tegang mendengarkan peraturan tersebut. Peserta kemudian menyanggupi. Sesi makan siang mengakhiri pertemuan hari pertama.