Pada tahun 2018,  dua orang fasilitator program Satelite Workshop (SW) Perkumpulan Samsara berkunjung ke Maluku Utara dan Jayapura, Provinsi Papua. Mereka mengorganisir workshop terkait isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) kepada komunitas, organisasi keagamaan, lembaga dan jaringan lokal hingga lembaga pendidikan. Dalam perjalanannya, fasilitator SW berhasil mengunjungi 45 desa/kelurahan dan bertemu 1,457 orang dimana sebagian besar adalah perempuan.

Dari perjalanan yang telah dilalui,fasilitator menemukan banyak data dan fakta terkait persoalan HKSR di dua wilayah tersebut. Salah satu rekomendasi mereka adalah meningkatkan jumlah dan kapasitas anak muda yang memiliki perspektif HKSR dan dapat menjadi fasilitator serta berkontribusi untuk meminimalisir persoalan HKSR di wilayah mereka.

Oktober 2019, Sekolah Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi (SSKR) dilaksanakan sebagai bentuk tindak lanjut dari Satelite Workshop dengan menyasar anak muda Ternate dan Jayapura.

“Kami percaya bahwa anak muda dapat menjadi penggerak sosial di desa mereka untuk isu HKSR. Anak muda lokal tentunya dapat lebih memahami konteks budaya serta dapat menyebarkan informasi terkait HKSR khususnya kepada remaja dan perempuan.” kata Sartika Nasmar,  Koordinator Proyek SSKR.

Ia menambahkan, “ Jadi SSKR ini merupakan Pendidikan seksulitas yang komprehensif.”

SSKR Ternate dilaksanakan sejak 19 Oktober sampai 10 November 2019. Ada 18 anak muda yang terdiri dari 12 perempuan dan 6 laki-laki, berhasil menjadi peserta SSKR setelah mengikuti proses seleksi dan bersaing bersama 28 calon peserta lainnya.

Apa yang Menarik dari SSKR?

SSKR dilaksanakan selama satu bulan dengan total13 pertemuan yang dilaksanakan setiap hari Rabu, Sabtu dan Minggu. Kegiatan ini membahas topik per topik terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi secara detail. Selain itu, SSKR juga menyajikan metodologi pelatihan dengan pendekatan yang ramah, partisipatif dan suportif untuk memungkinkan setiap peserta merasa aman, nyaman dan tidak merasa malu membicarakan seksualitas.

“Saya dapat informasi tentang SSKR dari workshop yang dilakukan Samsara sebelumnya lalu saya mendaftar. Saya merasa senang SSKR hadir di Ternate,” kata Ira, salah satu peserta SSKR.

Ira juga bercerita bahwa informasi yang disediakan oleh SSKR sangat dibutuhkan oleh anak muda di Ternate mengingat informasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi sangat terbatas. Menurutnya, kurangnya informasi tersebut mempersempit pengetahuannya soal seksualitas. “Doktrin yang selama ini kami dapatkan bahwa seksualitas itu hanya sebatas hubungan seksual, padahal di SSKR ini kami jadi tahu bahwa cakupan seksualitas itu luas sekali,” jelasnya.

Selain itu, SSKR juga memberikan informasi kepada peserta tentang pentingnya memahami nilai dan prinsip dasar Hak Asasi Manusia khususnya yang berkaitan dengan HKSR. Topik tersebut mengajak peserta memahami nilai-nilai untuk lebih menghargai keberagaman dan sikap penghormatan terhadap keberagaman seksualitas manusia.

Membangun Perspektif HKSR

Stephanie Woro Narriswari, adalah staf edukasi di Perkumpulan Samsara sejak Juli 2019. Menurutnya, perspektif peserta diharapkan dapat terbentuk melalui setiap sesi dan metodologi yang dilakukan dalam SSKR. “Dalam proses SSKR ini peserta bukan hanya belajar memahami materi terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi. Mereka belajar berdiskusi dan mengkontekstualisasikan dengan realita di sekitar mereka. Jadi, secara tidak langsung mereka terbangun kesadarannya untuk berjejaring di tingkat lokal dan mengenali kasus lainnya di Ternate.”

Setiap metodologi SSKR disesuaikan dengan kebutuhan setiap topik dan bervariasi bentuknya. Mulai dari diskusi, roleplay, brainstorming, ice breaking dan lain-lain.

Salah satu peserta SSKR lainnya, Fikram, mengungkapkan bahwa metodologi SSKR dalam membawakan workshop terbilang baru baginya. “ Baru, karena ada berbagai macam metode yang digunakan fasilitator sehingga sebagai peserta saya merasa enjoy dalam penerimaan materi seperti  diskusi santai, bermain kuis.”

Selain itu, menurutnya pemberian materi dengan metodologi tersebut berdampak baik bagi peserta karena tidak ada tekanan secara psikologis.

Sementara itu, Sartika Nasmar mengungkapkan bahwa “ Dalam SSKR, atmosfir yang ingin kami ciptakan adalah kenyamanan bersama saat proses belajar agar setiap peserta mudah memahami setiap materi dan merasa aman ketika membicarakan hal-hal yang masih dianggap tabu oleh masyarakat umum seperti seksualitas, Kami sebisa mungkin menciptakan lingkungan yang setara, non judgmental dan ramah kepada anak muda.”

Impian setelah SSKR

Setelah melewati SSKR, Lila laki-laki kelahiran 22 tahun silam ini memiliki impian  besar terhadap isu HKSR yang masih kurang di Ternate. “ Setelah SSKR, saya berharap semua pemahaman yang saya dapatkan di SSKR itu dapat saya edukasikan kepada orang lain, terutama orang terdekat maupun orang-orang yang masih jauh dari akses HKSR ini,”

Lebih lanjut, ia menjelaskan alasan mengapa ia ingin membagikan pengetahuan yang didapatkan di SSKR.” Seperti yang kita tahu bahwa masih banyak sekali deretan-deretan kasus yang terjadi, seperti perkawinan anak dibawah umur, masih banyak sekali kasus kekerasan seksual, diskriminatif soal orientasi seksual, kasus kematian ibu dan anak. Nah ini adalah deretan kasus yang seharusnya di edukasi, bahwa di dalam kematian satu orang ibu, itu bukan hanya dengan ibunya, tetapi ada empat varian yang harus kita perhatikan yaitu sosial, psikologi, fisik, dan ekonomi. “ tegasnya.

Saat ini, koordinator SSKR memiliki harapan kepada para peserta untuk membagikan ilmu yang mereka dapatkan ke masyarakat.“Saya melihat anak muda di Ternate ini memiliki perspektif terkait isu HKSR dan saya ingin peserta SSKR ini benar-benar jadi Fasilitator serta memilki kesadaran penuh untuk berkontribusi di wilayahnya.”

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here