⚠️ Tulisan ini mengandung spoiler ⚠️

Pada bulan Oktober, film Inang dirilis di Indonesia. Film bergenre horor dan thriller ini menyoroti mitos Rebo Wekasan: hari saat sial dari segala sial akan menghampiri setiap individu yang lahir, kecuali jika individu tersebut diruwat. Bregas (Dimas Anggara) merupakan salah satu individu yang lahir pada hari Rebo Wekasan dan tidak diruwat. Untuk memperpanjang usia Bregas, kedua orang tuanya, Eva (Lidya Kandou) dan Agus (Rukman Rosadi), rela berbuat apa pun, termasuk menumbalkan ibu hamil dan bayinya pada hari Rebo Wekasan setiap sepuluh tahun. Wulan (Naysilla Mirdad) menjadi calon tumbal berikutnya setelah memutuskan untuk melanjutkan kehamilan dan memilih Eva dan Agus sebagai orang tua asuh bagi anaknya.

Pilihan KTD untuk Wulan dan untuk Kita

Wulan menemui jalan buntu ketika meminta pertanggungjawaban kekasihnya atas KTD yang dialami. Wulan sempat ingin menghentikan kehamilannya atau aborsi. Hanya saja, informasi dan biaya yang ia miliki terbatas. Keputusasaan Wulan mengantarnya berselancar di dunia maya. Ia menemukan sebuah grup Facebook untuk memberi dukungan pada perempuan hamil. Setelah bergabung dan menjadi anggota, Wulan dihubungi oleh seseorang dari grup tersebut. Penelepon menginformasikan bahwa Wulan memiliki tiga opsi: melahirkan anaknya dan merawatnya sendiri, melakukan aborsi aman, atau mencarikan orang tua asuh bagi anaknya.

Terlepas dari pilihan yang Wulan ambil, penelepon tersebut telah menyuarakan hak pemilik tubuh dalam mengambil keputusan atas KTD. Pemilik tubuh adalah orang yang paling tahu dan berhak menentukan untuk melanjutkan atau menghentikan kehamilan.

Kenyataannya, di negara ini, individu yang mengalami KTD masih dikelilingi oleh stigma, konservatisme, potensi sanksi sosial, bahkan ancaman kriminalisasi. Di Indonesia, tuntutan sosial sangatlah besar. Seringkali ranah privat menjadi urusan keluarga, tetangga, bahkan negara. Mengakarnya stigma pada aborsi membuat seseorang harus melanjutkan kehamilan dan menikah sebagai konsekuensi dari KTD. Pilihan menjadi orang tua tunggal dan menghentikan kehamilan dianggap tidak ada. Individu yang memilih jalan itu semakin dipojokkan.

Pilihan tetaplah pilihan dan bersifat asasi. Otonomi tubuh tidak berkurang sedikit pun hanya karena pilihan yang diambil tidak sesuai dengan standar sosial masyarakat.

Siapa Penelepon Misterius di Film Inang? Pentingkah Perannya?

Penelepon di film Inang ibarat konselor pendamping individu yang mengalami KTD. Walaupun dalam film Inang konselor ini “palsu”, di dunia nyata, konseling KTD bersama seorang konselor sangatlah esensial. Dalam konseling KTD, individu dapat bercerita dengan konselor mengenai situasi, kekhawatiran, dan bertukar informasi mengenai pilihan KTD. Kebingungan adalah hal yang sangat bisa dimengerti dan konselor akan mendampingi untuk memetakan semua konsekuensi dari pilihan yang diambil.

Sayangnya, konseling KTD adalah sebuah layanan yang belum banyak ditemukan di Indonesia, mengingat informasi mengenai KTD dan pilihannya tidak mudah diakses. Oleh sebab itu, menemukan layanan konseling KTD yang kredibel tidak sesederhana kisah Wulan di Facebook.

Jika kamu mengalami KTD, pastikan tahu ke mana harus meminta pendampingan. Sangat tidak adil jika seseorang dengan KTD, yang sedang kalut dan mungkin tidak mendapat dukungan, masih harus mengalami penipuan atau eksploitasi finansial. Belum lagi informasi di dunia maya tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, dan justru bisa mengancam privasi bahkan keselamatan. Carilah layanan konseling yang kredibel dan pastikan kamu nyaman, karena semua punya hak untuk tidak dihakimi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here