Apa yang pertama kali muncul dalam pikiran kalian saat mendengar kata aborsi? Bagi sebagian besar orang, gambaran yang muncul dalam kepala mereka saat mendengar kata aborsi tidak akan jauh-jauh dari darah yang berceceran di lantai, bayi yang meninggal, kemandulan, kanker, atau bahkan kematian. Hal yang sama juga terjadi saat kita mencoba mengetik aborsi sebagai kata kunci di mesin pencarian, sebagian besar hasil yang akan muncul adalah gambar-gambar menyeramkan dan berbagai informasi yang terus menegaskan aborsi sebagai tindakan berbahaya. Pertanyaannya adalah, benarkah semua informasi itu?
Media pada hari ini memegang peran yang sangat penting tidak hanya terbatas dalam proses penyebaran informasi tapi juga dalam proses pembentukan sudut pandang terhadap suatu isu, tak terkecuali aborsi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa aborsi hampir selalu mendapatkan stigma dari media, maka tidak mengherankan kalau media selalu menampilkan isu aborsi sebagai sesuatu yang horor dan berbahaya. Hal tersebut sangat berdampak pada cara pandang masyarakat sehingga aborsi dipercaya sebagai tindakan yang berdampak buruk pada kesehatan seksual dan reproduksi, padahal aborsi sendiri adalah bagian dari perawatan kesehatan yang seharusnya dapat diakses secara legal oleh setiap perempuan sebagai salah satu bentuk pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi.
Aborsi merupakan salah satu pilihan yang dapat diambil oleh perempuan yang mengalami kehamilan tidak direncanakan. Namun stigma dan informasi yang simpang siur pada akhirnya menimbulkan banyak kekhawatiran pada perempuan saat ingin memutuskan untuk aborsi.
Berikut ini adalah rangkuman pertanyaan dan jawaban terkait kekhawatiran yang seringkali muncul saat perempuan ingin memilih untuk melakukan aborsi.
- Apakah aborsi itu dosa dan akan mendapat karma?
Dosa dan karma adalah dua konsep abstrak yang sangat bergantung pada kepercayaan masing-masing individu. Tidak ada jawaban yang berlaku universal untuk pertanyaan seperti ini sebab jawabannya akan kembali pada masing-masing individu berdasarkan nilai dan keyakinan yang dipegang. Namun, hal yang perlu diingat adalah bahwa perempuan yang mengalami kehamilan tidak direncanakan tetap memiliki hak penuh untuk membuat keputusan yang tepat atas tubuhnya sendiri. Jadi, saat kamu sedang kebingungan menentukan keputusan karena merasa aborsi adalah hal buruk, cobalah untuk bertanya pada diri sendiri apakah itu adalah pilihan yang tepat? Sebab semua pilihan adalah baik selama itu adalah apa yang kamu butuhkan.
2. Apakah aborsi aman bisa dilakukan?
Sebelum menjawab, mungkin kita perlu membahas istilah aborsi aman itu sendiri. Aborsi aman adalah aborsi yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang dianjurkan oleh pihak yang kredibel dalam bidangnya, misalnya seperti Medical Management of Abortion tahun 2018 World Health Organization (WHO). Aborsi aman sangat bisa dilakukan baik dengan bantuan tenaga kesehatan maupun secara mandiri. Aborsi aman juga memerlukan proses konseling sebagai salah satu tahapannya.
3. Apakah aborsi memiliki efek samping seperti kanker, kista, pengangkatan rahim, atau kemandulan?
Pertanyaan terkait efek samping aborsi adalah yang paling sering ditanyakan. Ini tentu penyebabnya sangat jelas, yaitu informasi simpang siur terkait aborsi itu sendiri, baik yang didapatkan dari media, maupun yang tersebar dari mulut ke mulut. Aborsi yang dilakukan dengan aman dan sesuai prosedur tidak akan memberikan efek samping jangka panjang pada kesehatan organ seksual dan reproduksi. Hal tersebut justru dapat terjadi sebagai dampak dari praktik aborsi tidak aman yang dilakukan tanpa informasi yang cukup dan valid sehingga berisiko menyebabkan berbagai kerusakan pada organ seksual dan reproduksi.
4. Apakah aborsi yang dilakukan dengan obat-obatan itu aman?
Aborsi dengan obat-obatan juga dikenal dengan istilah aborsi medis. Ini adalah aborsi yang dapat dilakukan secara mandiri. Aborsi yang dilakukan dengan obat-obatan sangat aman selama dosis dan cara penggunaan obat sesuai dengan protokol tindakan.
5. Apakah harus ke rumah sakit jika mengalami pendarahan saat minum obat aborsi?
Pendarahan adalah reaksi yang normal. Itu tanda bahwa obat sudah mulai bekerja. Selama pendarahan yang keluar normal dan tidak menunjukkan tanda-tanda pendarahan hebat, maka tidak perlu ke rumah sakit.
6. Apakah aborsi dengan obat-obatan lebih menyakitkan daripada aborsi bedah?
Nyeri yang dirasakan saat melakukan aborsi kadarnya berbeda-beda pada tiap perempuan, jadi tidak dapat disimpulkan kalau aborsi dengan obat-obatan itu lebih sakit daripada aborsi beda. Hal ini juga akan kembali pada kenyamanan masing-masing perempuan. Semakin nyaman dan siap dengan pilihan metode aborsinya, maka rasa sakit juga lebih memungkinkan untuk ditoleransi.
7. Apakah kontraksi saat aborsi sama seperti kontraksi saat melahirkan?
Hal ini akan sangat bergantung pada usia kehamilan saat melakukan aborsi. Semakin tinggi usia kehamilan, maka kontraksi akan semakin kuat. Penting untuk bisa rileks selama proses aborsi dan melakukan hal-hal yang dapat membantu mengalihkan perhatian dari rasa nyeri.
8. Apakah aborsi dengan obat-obatan bisa menyebabkan pendarahan hebat dan infeksi?
Ada risiko terjadi pendarahan hebat serta infeksi selama maupun setelah proses aborsi dilakukan, namun kemungkinan ini sangat kecil yaitu kurang dari 1% selama tidak ada kondisi tertentu yang menjadi faktor risiko.
9. Apakah pendarahan yang tidak berhenti setelah aborsi itu normal?
Pendarahan yang tidak berhenti selama beberapa minggu setelah aborsi itu adalah hal yang sangat normal. Tubuh masih perlu waktu untuk membersihkan sisa-sisa jaringan yang tertinggal setelah aborsi, maka pendarahan akan terus terjadi sampai tubuh berhenti meluruhkan sisa jaringannya.
10. Apakah aborsi dengan obat-obatan bisa membersihkan sisa jaringan di rahim atau diperlukan obat tambahan lain untuk membantu membersihkan jaringan?
Tidak perlu khawatir mengenai sisa jaringan yang tertinggal setelah aborsi. Tubuh manusia itu sangat luar biasa. Ia bisa membersihkan sisa jaringan yang masih tertinggal tanpa perlu bantuan obat-obatan tambahan. Tapi tentu saja itu bukan proses yang instan. Tubuh juga perlu waktu untuk melakukan pekerjaannya, tapi sekali lagi jangan khawatir. Berikan kepercayaan pada tubuhmu untuk melakukan tugasnya.
11. Apakah masih diperlukan kuretase setelah aborsi dengan obat-obatan?
Selama proses aborsi yang dilakukan lancar, maka kuret atau intervensi medis dalam bentuk apapun tidak diperlukan. Sekali lagi, tidak perlu khawatir dengan sisa jaringan yang tertinggal. Biasanya jika melakukan USG setelah aborsi dan masih ada sisa jaringan yang tertinggal, dokter akan menyarankan untuk melakukan kuret dengan alasan agar tidak membahayakan kesehatan organ reproduksi, namun kamu punya hak untuk menolak jika tidak ingin melakukan kuretase. Sebenarnya, kuret juga sudah tidak direkomendasikan oleh WHO sebab menggunakan benda tajam yang berpotensi menyebabkan perlukaan dan memicu infeksi.
12. Apakah setelah melakukan aborsi harus memeriksakan diri ke dokter?
Jika setelah aborsi kamu merasa baik-baik saja, maka tidak perlu ke dokter. Namun jika tetap ingin melakukan pemeriksaan agar lebih meyakinkan, kami bisa ke dokter pada hari ke-10 setelah minum obat. Biasanya pada hari ke-10 hasil USG sudah cukup akurat karena sisa jaringan sudah semakin sedikit bahkan ada yang sudah benar-benar bersih. Jika saat dilakukan pemeriksaan ternyata masih ditemukan sisa jaringan, kamu bisa mencoba mengecek dengan testpack pada hari ke-21 atau minggu ketiga setelah minum obat.
Memilih untuk melakukan aborsi atau tidak pada akhirnya tetap menjadi hak personal bagi setiap perempuan yang mengalami kehamilan tidak direncanakan, namun memiliki informasi yang cukup sebelum memutuskan setiap pilihan merupakan satu kebutuhan yang fundamental. Sangat disayangkan bahwa informasi terkait isu aborsi yang dimuat di banyak media di Indonesia seringkali masih bernada sumbang dan tidak valid, sebab itu dibutuhkan kejelian dalam memilah informasi agar tidak menambah ketakutan dan kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu.
Aborsi merupakan bagian dari layanan kesehatan yang komprehensif. Alih-alih melakukan represi dan kriminalisasi, pemerintah seharusnya menyediakan dan mendukung pengadaan layanan untuk melakukan prosedur aborsi aman sebagai salah satu upaya pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi setiap warga negaranya. Sama halnya dengan banyak media di Indonesia yang seharusnya memandang isu aborsi dengan cara lebih positif dan menjadi bagian dari pemberi informasi yang valid, bukan malah menyebarkan informasi yang justru melanggengkan stigma terhadap aborsi itu sendiri.