Baru-baru ini, sedang ramai dibahas mengenai definisi kata “perempuan” di KBBI. Definisi kata “perempuan” (dan kata gabungan perempuan) yang dicantumkan dalam KBBI bersifat misoginis dan cenderung merendahkan perempuan dalam berbagai sudut pandang dan berbagai lapis. Ketika orang-orang mulai angkat bicara mengenai urgensi penggantian definisi dan contoh gabungan kata dengan yang lebih “netral” dan tidak mengobjektifikasi, tanggapan-tanggapan mulai bermunculan. 

Salah satu argumen yang muncul adalah “bahasa itu netral, kita yang menempatkan arti di dalamnya, jadi jangan diambil pusing”. Kenyataannya? Tidak tepat. Bahasa merupakan ciptaan manusia, berdinamika dalam masyarakat, disematkan berbagai kecenderungan, memiliki sejarah; tidak pernah netral! Menjadi penting untuk memperhatikan pilihan bahasa yang kita pakai. Karena pada akhirnya, bahasa sangat berpengaruh dalam membentuk citra positif atau negatif dari sesuatu.

Samsara pernah membahas mengenai bagaimana stigma direproduksi dalam lapisan-lapisan masyarakat. Intinya, segala tataran masyarakat mengambil andil di dalamnya.  Stigma muncul dalam berbagai tataran dan dalam berbagai bentuk, termasuk dalam penggunaan bahasa atau istilah yang kita pakai sehari-hari. Contohnya menggunakan kata-kata yang sensasional dalam media seperti: “Klinik Aborsi Meraup Untung dari Mengugurkan Bayi”, Pelaku Aborsi Ilegal Membunuh Janin dengan Cara Ini”

Bentuk aksi melanggengkan stigma lainnya adalah menghindari kata aborsi atau membicarakannya dengan menggunakan istilah yang tidak tepat, seakan-akan kata tersebut “terlarang untuk dibicarakan”. Selain itu, menggunakan kata yang kurang tepat memperkuat mitos dan misinterpretasi karena penggunaan bahasa yang tidak tepat.

Untuk mematahkannya, penting untuk menggambarkan dan menghadirkan aborsi secara akurat dan nyata. Salah satu contohnya adalah dengan memakai kata atau istilah yang tepat dalam membicarakan mengenai aborsi. Sadar atau tidak sadar, ketika membicarakan aborsi, kita seringkali melakukan self-censorship, seperti menggunakan istilah lain yang dihalus-haluskan karena terma tersebut dianggap masih tabu dan terlalu “blak-blakan”. 

Dalam tataran individu, ini dapat dianggap sebagai internalized yang berhubungan dengan self-censorship. Kata yang digunakan cenderung “diperhalus” karena masih dianggap tabu.  Seringkali kata aborsi diganti dengan ke keguguran, padahal hal ini merupakan hal yang berbeda. Hal ini terjadi bahkan pada dunia medis yang menjadi frontline penyedia layanan. Istilah aborsi sendiri memang merupakan serapan dari Bahasa Latin yaitu “abortus” yang artinya “hilangnya janin dari dalam rahim sebelum umur kehamilan mencapai 20 minggu”. Seiring dengan perkembangan bahasa, kata abortus terpecah pada beberapa pengertian, mulai dari keguguran hingga aborsi. 

Keguguran memiliki berbagai jenis, mulai dari keguguran spontan hingga keguguran yang diinduksi (aborsi). Jadi lebih tepatnya bukan keguguran, ya melainkan pengguguran. Menggunakan istilah yang tidak spesifik dapat menyebabkan misinterpretasi dan kesalahpahaman. Di samping itu dengan mengganti kata, kita seakan-akan membuatnya supaya dapat “diterima” oleh masyarakat seperti mengabaikan masalah mengenai stigma yang sudah melekat. Stigma tersebutlah yang harus kita lawan!

Upaya-upaya apa saja yang dapat kita lakukan untuk mematahkan rantai stigma?Upaya yang paling sederhana yang dapat kita lakukan salah satunya adalah dengan cara membiasakan menggunakan kata yang akurat serta yang tidak merendahkan. Penggunaan kata-kata yang fetus-sentris (berfokus pada janin) juga berpengaruh pada persepsi orang-orang dan fokus masalah. Tidak hanya bahasa yang tertulis atau diucapkan, stigma ini sering diartikulasikan dalam bahasa visual (visual language) yang cenderung tidak berpihak pada pemilik tubuh. Menyertakan ilustrasi atau foto seseorang dengan perut besar atau menggunakan ilustrasi berupa bayi misalnya.

Untuk itu, berikut ada beberapa tips untuk kamu yang ingin berjuang meluruskan misinterpretasi mengenai aborsi. Tipsnya tentu saja seputar pemakaian kata yang tepat yah:

    • Hindari menggunakan kata bayi untuk merujuk pada embrio (konsepsi di bawah 10 minggu), fetus/janin (10 minggu ke atas). 
    • Tidak menggunakan istilah “ilegal” ketika membicarakan mengenai status aborsi. Banyak yang mengira aborsi sepenuhnya ilegal. Seringkali aparat serta masyarakat mengacu pada pasal 346 sampai Pasal 349 KUHP dan dalam beberapa kasus bahkan tidak mempertimbangkan Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang menjamin pengecualian aborsi. Hal tersebut terjadi karena dalam keseharian, kita sudah membicarakannya pada tataran ilegal. Bayangkan berapa banyak penyintas kekerasan yang terbantu kesehatan fisik dan mentalnya jika miskonsepsi tersebut dapat diluruskan. Bicarakan status hukum secara akurat sehingga perempuan sadar akan hak-hak hukumnya.
    • Menggunakan kata “kubu pro-life” untuk merujuk pada kelompok anti-aborsi. Karena memperjuangkan hak-hak perempuan merupakan pilihan yang pro-kehidupan juga.
    • Tidak berkata: “hak hidup anak yang belum lahir”. Perlu diulangi bahwa kita harus fokus pada pemilik tubuh, yang berhak kehidupan dan kesehatan. Embrio / janin sangat bergantung pada kesehatan dan kehidupan perempuan.
    • Menggunakan kata “ibu” atau “ayah” ketika merujuk pada kasus Kehamilan Tidak Direncanakan. Tidak semua perempuan yang mengandung adalah ibu, begitu juga dengan laki-laki. Sebaiknya, gunakan kata yang spesifik seperti “perempuan yang mengandung” atau “pasangan dari perempuan yang mengandung”.
    • Ketika melihat pemberitaan mengenai seseorang yang mengalami komplikasi akibat aborsi, kita harus fokus pada metode yang digunakan. Metode aborsi yang tidak aman memang jamak ditemui di tempat-tempat dengan regulasi aborsi yang ketat. Mereka yang membutuhkan layanan aborsi kemudian takut untuk mencari informasi mengenai aborsi aman (lagi-lagi, informasi yang beredar juga suka misleading, sih!). Kita bisa menindaklanjuti berita-berita ini sebagai bukti mendesak stakeholder dan pemerintah untuk menyediakan akses layanan aborsi yang aman!

Beberapa tips di atas diambil dari guidebook IPPF tentang bagaimana cara memberitakan aborsi. Dapat diunduh di: https://www.ippf.org/sites/default/files/2018-09/How%20to%20report%20on%20abortion%20-%20media%20guidelines%20%28English%29.pdf

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here