Pernahkan kamu mendengar istilah aborsi medis? Itu adalah metode aborsi yang dapat dilakukan secara mandiri dengan menggunakan obat-obatan. Meski aborsi medis merupakan salah satu metode aborsi aman yang sudah direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO), masih banyak yang belum mengetahui secara jelas prosedurnya dan obat-obat apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan tindakan tersebut. Padahal, sangat penting untuk mengetahui apa saja yang masuk ke dalam tubuh dan bagaimana cara kerjanya.
Informasi yang simpang siur menyebabkan munculnya berbagai kesalahpahaman pada prosedur aborsi medis, termasuk obat-obatan yang digunakan untuk prosedur tersebut. Perlu diketahui di awal bahwa obat-obatan yang digunakan untuk melakukan aborsi medis sangat aman. Obat-obatan tersebut juga tidak memberikan efek samping jangka panjang pada kesehatan organ seksual dan reproduksi selama digunakan dengan prosedur yang tepat. Sayangnya, informasi ini sangat jarang dibicarakan.
Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Sebelum kita disesatkan oleh informasi-informasi tak jelas yang terus memberikan stigma pada prosedur aborsi aman, sebaiknya kita berkenalan dulu dengan obat-obatan yang digunakan dalam prosedur tersebut.
Mifepristone
Nama mifepristone mungkin terdengar kurang familiar di Indonesia jika dibandingkan dengan misoprostol. Mifepristone memang obat yang tidak diproduksi di Indonesia dan ketersediaannya di Indonesia juga sangat terbatas. Padahal, mifepristone sudah masuk ke dalam daftar obat-obatan esensial. Hal itu disebabkan adanya aturan terkait pelarangan aborsi di Indonesia yang membuat mifepristone kemudian tidak dijual bebas. Akibatnya, banyak sekali obat-obat palsu yang beredar dan tidak jelas kandungannya.
Sebenarnya, obat-obatan palsu itulah yang menyebabkan proses aborsi menjadi tidak aman karena kandungan dan dosis yang tidak jelas berisiko memunculkan berbagai masalah kesehatan lain. Namun, bukannya tidak mungkin untuk menemukan mifepristone yang asli di Indonesia.
Mifepristone atau RU-486 dikembangkan di Prancis pada tahun 1980-an untuk digunakan bersama misoprostol. Mifepristone adalah antiprogestin yang bekerja dengan cara menghentikan sementara produksi hormon progesteron. Selama kehamilan, hormon progesteron melakukan banyak sekali pekerjaan, misalnya membantu proses implantasi konsepsi ke dinding uterus dan mempertahankannya, atau menjaga kehamilan tetap dalam keadaan yang sehat.
Jika hormon progesteron berhenti diproduksi oleh tubuh selama kehamilan berlangsung, maka kehamilan akan semakin melemah, terutama untuk kehamilan trimester pertama yang kadar progesteronnya masih rendah dan belum cukup stabil. Selain menghentikan sementara produksi hormon progesteron, mifepristone juga berfungsi untuk membuat uterus lebih sensitif terhadap hormon prostaglandin yang dapat memicu kontraksi.
Mifepristone sebenarnya memiliki fungsi selain untuk terminasi kehamilan. Mifepristone adalah antagonis reseptor glukokortikoid (anti glukokortikoid) yang dapat digunakan untuk mengontrol hiperglikemia sekunder pada pasien dengan Cushing Syndrome. Beberapa kontraindikasi yang perlu diperhatikan dalam penggunaan mifepristone adalah penyakit jantung, kolesterol, asma, gagal ginjal, atau autoimun yang menggunakan obat-obatan dengan kandungan steroid –seperti kortikosteriod– untuk terapinya.
Penggunaan obat secara bersamaan dapat menimbulkan efek samping mulai dari yang ringan, sedang, hingga parah. Jadi, sebelum menyarankan penggunaan mifepristone, ada baiknya mengecek terlebih dahulu riwayat maupun penyakit yang sedang diderita oleh perempuan yang akan melakukan terminasi kehamilan dengan aborsi medis.
Misoprostol
Misoprostol adalah obat yang beredar di Indonesia dengan banyak nama (merk dagang), di antaranya yang paling populer adalah Cytotec dan Gastrul. Obat-obatan itu telah sejak lama dikenal sebagai obat penggugur kandungan dan seringkali dijual secara online. Misoprostol sendiri sebenarnya adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati tukak lambung.
Obat ini masuk dalam daftar obat-obatan esensial dan dijual di banyak apotek di Indonesia. Namun, karena obat ini juga dapat digunakan untuk terminasi kehamilan, maka aksesnya dibatasi dengan sangat ketat dan kebanyakan hanya dapat dibeli dengan resep dokter.
Misoprostol merupakan analog prostaglandin E1 sintetik yang telah lama digunakan dalam praktik obstetrik dan ginekologi. Prostaglandin sendiri merupakan zat dengan struktur kimia yang menyerupai hormon dan berfungsi untuk merangsang otot-otot uterus berkontraksi.
Saat menstruasi, prostaglandin merangsang kontraksi untuk membantu pengeluaran darah, sedangkan pada perempuan hamil, prostaglandin memicu terjadinya kontraksi pada uterus dan membuat serviks terbuka lebar untuk mempercepat proses persalinan. Jika digunakan saat hamil, obat-obatan yang mengandung prostaglandin dapat memicu kontraksi dan menyebabkan keguguran.
Berdasarkan penelitian, misoprostol dapat digunakan untuk melakukan prosedur aborsi medis, penanganan medis untuk keguguran, induksi persalinan, pembukaan serviks sebelum prosedur pembedahan, dan perawatan perdarahan pasca persalinan.
Terbatasnya akses misoprostol hingga saat ini membuat obat tersebut sering dipalsukan (diganti dengan obat lain) dan dijual dengan harga yang sangat tinggi. Ada pula yang menjual misoprostol dengan dosis dan panduan pemakaian yang tidak sesuai prosedur sehingga sering menyebabkan kegagalan tindakan. Hal tersebut membuat prosedur aborsi medis yang seharusnya aman jadi membahayakan.
Kesalahan dosis dan prosedur penggunaan, serta keaslian dan kandungan obat yang tidak dapat dipastikan bisa menurunkan efektivitas, bahkan sampai mengancam keselamatan. Namun begitulah kenyataannya hingga saat ini. Akses misoprostol yang ketat dan dibatasi penggunaannya berbanding terbalik dengan tingkat kebutuhannya sehingga banyak yang mengakses misoprostol sambil bertaruh dengan segala kemungkinan dan risiko.