Beranda blog Halaman 3

Sejarah Pride Month

Sejarah Pride Month

Tidak terasa di tahun 2022 ini kita sudah memasuki bulan Juni dan bersama-sama kita kembali merayakan Pride Month untuk menunjukkan kebanggaan kita pada keberagaman gender, seks, dan seksualitas. Selain itu, momen Pride Month mengingatkan kita untuk mengenang teman, sahabat, saudara-saudara kita yang mengalami represi dan tekanan oleh sistem heteronormatif yang membelenggu suara, ekspresi gender, sampai hak-hak mereka. Namun, apa sebenarnya makna dari Pride Month? Kapan, di mana, dan bagaimana sejarah munculnya Pride Month?

 

Peraturan Diskriminatif

Bermula pada 28 Juni, tanggal ini diperingati jutaan orang turun ke jalan dan dengan bangga mengibarkan bendera berwarna-warni, poster, dan banner untuk merayakan identitasnya. Meskipun banyak dari kita sudah tahu Pride Day merupakan momen merayakan kebanggaan akan keberagaman gender dan seksualitas LGBTQ, tetapi belum banyak orang tahu tanggal 28 Juni diperingati untuk mengenang sejarah penting Kebangkitan Stonewall (28 Juni 1969).

Pada tahun 60-an, di Amerika komunitas LGBTQ belum diterima dan masih mendapat tekanan dari publik. Di kota New York sendiri hubungan sesama jenis mendapat cap ilegal. Saat itu bahkan negara membuat peraturan yang menekan teman-teman Queer, seperti melarang orang memakai pakaian yang tidak sesuai dengan norma gender-biner. Hukum dan tekanan yang diterima komunitas LGBTQ saat itu menyalahi hak asasi manusia dan menyebabkan mereka tidak dapat menjadi diri sendiri di ruang publik.

Karena peraturan-peraturan itu, tiap-tiap individu LGBTQ berkumpul di bar dan klub gay. Di tempat-tempat ini mereka dapat bebas mengekspresikan dirinya dan bertemu satu sama lain dengan aman. Klub dan bar gay menjadi ruang aman bagi komunitas LGBTQ, tanpa perlu merasa takut tidak mengikuti standar “normal” dari hukum dan peraturan yang menindas mereka.

 

Kebangkitan Stonewall

Salah satu bar dan klub gay yang ada pada masa itu bernama Stonewall Inn dan terletak di kota New York. Pada 28 Juni 1969, polisi menyerang masuk ke dalam Stonewall Inn dan melakukan kekerasan dan penangkapan paksa kelompok LGBTQ. Peristiwa ini dikenal sebagai Kerusuhan Stonewall (The Stonewall Riots). Peristiwa ini tersiar ke seluruh Amerika Serikat bahkan seluruh dunia, kemudian muncul aksi protes ke jalan mengecam kekerasan dilakukan polisi ke kelompok LGBTQ di Stonewall.

Satu tahun berlalu, pada hari yang sama di tanggal 28 Juni 1970, muncul aksi turun ke jalan pertama bernama Gay Pride Parade dari jalan Manhattan ke Stonewall Inn sampai ke Central Park. Bersama-sama dengan bangga mengekspresikan kebanggaan mereka atas identitas gender dan seksualitas serta meneriakkan kecaman pada hukum dan peraturan yang merugikan kelompok LGBTQ,

Sebenarnya perjuangan LGBTQ sudah ada sejak lama bahkan sebelum peristiwa Stonewall Riot. Namun, kecaman atas apa yang terjadi di Stonewall menjadi pemantik munculnya Pride Month. Perayaan Pride Month menjadi momentum yang penting untuk menyuarakan bahwa setiap manusia diakui, dihormati hak dan martabatnya, serta mendapat penerimaan di ruang publik tanpa perlu membedakan gender, seks, dan seksualitasnya.

Punya Keinginan Ingin Cepat Nikah? Hati-Hati Cinderella Complex!  

Halo, Puan! Kita pasti sudah terlalu sering mendengar ungkapan-ungkapan ini :

“Capek kuliah,mau nikah aja biar bahagia tiap hari ga ada beban.”

“Orang yang nikah kayaknya hidupnya sempurna banget ya.”

“Capek pacaran nih, mau nikah aja biar terjamin.”

 

Banyak perempuan yang memiliki pola pikir bahwa menikah bisa membuat bahagia dan merupakan jawaban dari semua masalah. Padahal, kenyataannya tidak seindah yang ada di dongeng. Saat kecil, kita disajikan dongeng-dongeng romantis yang membuat kita memimpikan pernikahan sebagai akhir yang bahagia. 

Tentu tidak salah jika kamu punya keinginan untuk menikah, tapi… pola pikir seseorang bahwa ia baru merasa bahagia jika menikah dengan seorang pangeran idaman dan menggantungkan harapan secara penuh padanya merupakan pertanda adanya gejala Cinderella Complex di dalam dirinya.

 

Tentang Cinderella Complex & Penyebabnya

Istilah tersebut dikemukakan oleh terapis New York, College Dowling dalam bukunya The Cinderella Complex: Women’s Hidden Fear of Independence. Dowling menjelaskan Cinderella Complex sebagai suatu keadaan perempuan yang ditekan rasa ketakutan, lalu berharap suatu saat bisa diselamatkan oleh seseorang dan bisa hidup bahagia selamanya.

Norma dan nilai yang tumbuh di masyarakat sangat kental dengan prinsip patriarkis yang menegaskan pembatasan tertentu dalam hal gender, mengajarkan secara turun-temurun bahwa kedudukan laki-laki dalam berbagai peran kehidupan mendominasi dibandingkan perempuan.

Secara sistematis , perempuan disajikan media hiburan bahwa happy ending dalam dongeng bisa menjadi kenyataan. Perempuan diajarkan untuk harus bergantung kepada laki-laki dan tidak berdaya tanpa laki-laki di sisinya.

Pola asuh orang tua selalu mengajarkan jika perempuan cenderung kurang bisa mandiri. Mereka dianggap makhluk rentan rapuh, terlalu lembut, sangat membutuhkan perlindungan. Kebalikan dari laki-laki yang diajarkan bahwa mereka harus tangguh dan punya rasa tanggung jawab besar serta bisa menjadi pelindung perempuan suatu hari nanti.

Pandangan ini secara tidak langsung memaksa perempuan untuk bergantung pada laki-laki dan diharapkan dapat menjadi seseorang yang selalu tunduk dan patuh pada laki-laki. Kecenderungan perempuan untuk bergantung pada laki-laki sebagian besar adalah perasaan yang rumit. Ketidakberdayaan menyebabkan perempuan cemas karena perasaan ini mengingatkannya pada masa kecil, saat dirinya masih tidak berdaya dan membutuhkan bantuan orang lain. Konflik batin inilah yang menjadi akar masalah bagi mayoritas perempuan terhadap cara dirinya berpikir, bertindak, dan berbicara.

 

Bagaimana cara menghadapinya?

Cinderella Complex hanya sebuah istilah yang menggambarkan fenomena ini,bukan gangguan psikologis . Kita semua punya peran dalam melepaskan banyak perempuan dari ini, tidak ada kata terlambat.

Mengedukasi diri dan rutin berefleksi agar tidak terpengaruh fenomena ini serta kritis terhadap isu pernikahan dan segala romantisasinya adalah langkah awal untuk terhindar dari malapetaka yang mengecewakan di kemudian hari.

Tentu saja keinginan untuk menikah adalah hal yang valid, Puan. Namun, pastikan segala keputusan yang telah kamu ambil dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Jadilah mandiri walaupun kamu sudah menikah. Karena sesudah pernikahan, kita masih akan merasakan perpisahan dengan pasangan. Entah karena meninggal ataupun karena perceraian. Dengan menjadi mandiri, kamu akan lebih mudah bertahan dalam situasi apapun, khususnya saat kamu akhirnya menjadi single kembali.

Percayalah bahwa sejatinya Tuhan menciptakan perempuan sebagai penggerak generasi kehidupan dan memiliki hak sebagai manusia seutuhnya  untuk menjadi diri sendiri versi terbaiknya serta berkontribusi untuk menyeimbangkan dan mengisi dalam dinamika hubungan dengan pasangan. Lebih indah untuk dibayangkan,bukankah begitu, Puan?

Apakah Benar Infeksi Menular Seksual Dapat Menyebar melalui Toilet Duduk?

Pernahkah kamu mendengar desas-desus bahwa infeksi menular seksual (IMS) dapat menyebar melalui toilet duduk? Desas-desus ini biasanya lahir dari pandangan bahwa area genital dan urinaria memiliki posisi yang berdekatan bahkan menjadi satu, sehingga segala aktivitas yang menyangkut area urinaria pasti berdampak pada area genital. Termasuk mengenai penyebaran IMS melalui toilet duduk yang biasa digunakan untuk buang air.

Desas-desus ini tidak benar, ya! IMS seperti Gonore, Klamidia, HPV, atau Herpes, memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menular melalui objek di luar tubuh manusia. Jadi, desas-desus bahwa toilet duduk, handuk, ataupun kolam renang bisa menjadi medium penyebaran IMS itu tidak tepat. 

Sesuai namanya, IMS ditularkan melalui aktivitas seksual yang tidak aman, baik itu aktivitas oral, anal, maupun genital. Beberapa IMS seperti Klamidia dan HPV juga bisa ditularkan dari individu yang tengah hamil ke bayi kandungannya. Namun, sekali lagi, kemungkinan IMS menyebar melalui toilet duduk sangatlah kecil, bahkan dapat dikatakan tidak mungkin. Oleh sebab itu, langka pencegahan yang perlu dilakukan bukanlah menghindari toilet duduk di tempat umum, atau yang baru saja digunakan oleh orang dengan IMS, tetapi menerapkan perilaku dan aktivitas seksual yang aman.

Kekhawatiran mengenai penularan IMS memang penting sehingga kita dapat melakukan langkah pencegahan sedini mungkin. Namun, rasa khawatir yang berlebih justru dapat berbahaya. Alih-alih meningkatkan kesadaran akan pentingnya aktivitas seksual yang sehat, rasa khawatir berlebih soal IMS bisa menimbulkan misinformasi. Dalam jangka panjang, kekhawatiran tersebut bahkan dapat melanggengkan stigma bagi para individu dengan IMS.

Menjaga Kebersihan Area Genital yang Tepat – Part II

Sama halnya seperti vagina, penis bukan hanya alat reproduksi tetapi juga merupakan alat untuk keluarnya urin. Maka dari itu penis juga perlu diperhatikan kebersihannya. Berikut beberapa tips yang bisa diperhatikan dalam menjaga kebersihan penis:

  • Bersihkan penis dengan air dan tangan yang bersih, tidak perlu menggunakan waslap, tissue atau kain apapun secara berkala terlebih setelah buang air, dan berhubungan seksual terutama jika menggunakan pelumas.
  • Menggosok penis dari atas ke bawah secara lembut dan perlahan. Untuk penis yang tidak disunat disarankan menarik kulup saat buang air kecil untuk mencegah infeksi dan bau busuk.
  • Sebenarnya tidak perlu menggunakan produk pembersih apapun. Jika memilih menggunakan sabun, hindari penggunaan sabun dengan parfum.

Baik vagina maupun penis, jika saat berhubungan menggunakan pelumas (lubricant) bisa mempertimbangkan untuk memilih pelumas dengan water-based agar saat dicuci mudah hilang dan tidak meninggalkan residu. Teman-teman juga silakan memperhatikan dan mendiskusikan terkait jenis kondom yang akan digunakan dengan pasangannya. Kemudian, pemilihan celana dalam dengan bahan katun sangat disarankan. Ini agar dengan mudah menyerap keringat serta menjaga kelembaban area genitalnya dan jangan lupa mengganti celana dalam minimal 2 kali sehari. Dalam bercukur pun, sebaiknya memang tidak mencukur habis bulu kemaluan, karena bisa menghilangkan fungsinya sebagai penyaring kotoran. 

Menjaga Kebersihan Area Genital yang Tepat – Part I

Area genital menjadi area yang cukup sensitif dari beberapa bagian tubuh kita. Tentunya, banyak hal yang perlu kita perhatikan dalam menjaga kebersihan area genital tersebut. Dalam artikel ini kita akan sama-sama belajar tentang cara menjaga kebersihan area genital dengan benar untuk vagina dan penis. 

Vagina yang sehat secara alami mempunyai kadar asam dan mengandung bakteri baik (lactobacilli) yang berfungsi untuk mencegah infeksi dan mempertahankan tingkah pH-nya. Vagina mempunyai kemampuan untuk membersihkan dirinya sendiri tanpa bantuan sabun pembersih. Dalam jumlah kecil vagina akan mengeluarkan cairan untuk menjaga kondisinya tetap bersih, sebagaimana air liur membersihkan mulut. Pemilihan produk pembersih yang tidak tepat karena adanya perbedaan pH justru bisa memicu infeksi bakteri pada vagina. Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan dalam menjaga kebersihan vagina:

  • Bersihkan vagina dengan air dan tangan bersih, tidak perlu menggunakan waslap, tissue atau kain apapun secara berkala terlebih setelah buang air, dan berhubungan seksual terutama jika menggunakan pelumas.
  • Menggosok vagina dari arah atas ke bawah secara lembut dan perlahan.
  • Tidak perlu menggunakan produk pembersih apapun seperti gel, antiseptik, vaginal douche maupun sabun karena bisa menghilangkan bakteri baik yang ada di vagina. 
  • Saat menstruasi, jika menggunakan produk sekali pakai bisa menggunakan pembalut dan tampon tanpa pewangi serta mengganti setidaknya 2-3 kali sehari.
  • Jika menggunakan menstruasi cup (cangkir menstruasi), bisa mencucinya dengan sabun hypoallergenic dan mensterilkan dengan air mendidih.

Mom Shaming: Putus Mata Rantainya Dengan Penerimaan Positif

Mom Shaming: Putus Mata Rantainya Dengan Penerimaan Positif
Mom Shaming: Putus Mata Rantainya Dengan Penerimaan Positif

Menengok ke belakang tentang makna Hari Ibu sebagai hari lahirnya perjuangan kaum
perempuan Indonesia, pada kongres perempuan pertama di Yogyakarta pada tanggal 22
Desember 1928, sebagai tanda kebangkitan perempuan untuk memperjuangkan keadilan.
Namun sayangnya, di tengah seruan keadilan untuk perempuan, kesehatan mental
perempuan masih sering terabaikan, terutama pada seorang ibu. Masih kita jumpai perilaku bullying pada ibu melalui perkataan menghakimi dan menyudutkan yang membuat orang yang menerima perlakuan tersebut merasa malu, tidak berharga, dan tertekan. Perilaku ini dikenal dengan istilah Mom Shaming.

Beberapa waktu lalu viral sebuah unggahan video curhatan seorang ibu rumah tangga, yang mengakui bahwa depresi pada ibu rumah tangga itu nyata. Sambil menggendong anaknya, ia menangis dan bercerita bahwa betapa berat kehidupan seorang ibu rumah tangga bagidirinya yang sebelumnya berprofesi sebagai seorang reporter yang kemudian memutuskan untuk berhenti bekerja setelah melahirkan karena ingin fokus merawat anak agar tidak kehilangan moment golden age sang buah hati. Menurutnya, menjalani masa penyesuaian dari seorang ibu bekerja menjadi ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah karena banyak perubahan hidup yang ia hadapi berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Ia merasa kehilangan teman dan banyak mengalami perubahan waktu yang berbeda. Belajar memahami segala tingkah laku bayi yang merupakan dunia baru baginya, bukanlah hal yang mudah. Namun, banyak orang yang masih membandingkan dan mengomentari kehidupan ibu rumah tangga yang selama ini dianggap remeh dan dipandang sebelah mata.

Berbeda halnya dengan yang dialami oleh, sebut saja Bunda C, yang pernah mengalami baby blues setelah menjadi korban mom shaming dari orang terdekat karena mempermasalahkan proses kelahirannya yang tidak melalui proses normal. Padahal, segala cara sudah ia lakukan di masa kehamilannya untuk bisa melahirkan normal. Selama 2 minggu pasca melahirkan, ia terus menangis, marah, dan kesal hingga melampiaskan kekesalannya pada suami dan anaknya yang baru lahir, bahkan sempat ingin mencoba lari dari rumah dan terpikir untuk bunuh diri. Ia merasa menjadi ibu yang gagal karena mendengar perkataan dari kerabat yang menyudutkannya sebagai ibu yang tidak mau susah
karena memilih kelahiran Caesar dan dianggap belum menjadi ibu yang seutuhnya.

Pelaku Mom Shaming dari orang terdekat
Penilaian masyarakat seringkali membandingkan kehidupan seorang ibu dengan lainnya atau dengan dirinya sendiri berdasarkan kriteria tertentu di masyarakat yang dianggap memiliki nilai kebenaran. Komentar menghakimi terkait issue pengasuhan, gaya hidup, proses kelahiran dan pendidikan anak memang masih sering terjadi di sekitar kita. Sayangnya, hal ini masih sering dianggap sepele, padahal dampaknya bisa berbahaya bagi kesehatan mental seorang ibu.

Banyak ibu yang mengalami fenomena mom shaming justru secara langsung dari orangorang terdekat, baik keluarga maupun kerabat. Hasil survey dari mamapapa.id yang dikutip dari Kompas.Com (2020) menyatakan bahwa sebanyak 84% ibu pernah mengalami mom shaming dari orang-orang terdekat, 45,4 % dari mertua, 32,9% dari teman dan 17,4 % dari orang tak dikenal dan 4,3 % dari pasangan. Namun sayangnya di era teknologi maju seperti sekarang ini, mom shaming justru makin sering terjadi di media sosial dan ironisnya hal itu banyak dilakukan oleh kaum perempuan.

Faktor penyebab Mom Shaming
Hasil survey Stephanie Barnhart, pendiri Social Minded Media Group dan editor Mommy Nearest, New York, yang dikutip dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (2018). Dinas Pendidikan Dan Olah Raga (2018) menyatakan beberapa faktor penyebab seseorang melakukan mom shaming, salah satunya adalah perasaan marah dan kecewa yang
dilampiaskan kepada orang lain dengan cara menyudutkan dan mengucapkan sesuatu yang mengarah pada mom shaming.

Dalam teori psikoanalisa, pelampiasan emosi adalah salah satu bentuk pertahanan seseorang ketika merasa marah, kecewa dan cemas akan sesuatu dimana ia cenderung melampiaskannya kepada orang lain. Seseorang yang menekan perasaan emosinya ke dalam diri sendiri, pada batas tertentu akan mencari celah jalan keluar yang berlawanan,
sehingga kemarahan dan kekecewaan tersebut dilampiaskan kepada orang lain (Alwisol, 2017). Studi penelitian menyatakan jika seseorang yang mengalami perilaku mom shaming cenderung membalas pelaku dengan shaming kepada yang lainnya. Penyerangan balik dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri karena merasa sudah melakukan usaha terbaik (Adiyanto & Afiati, 2020). Hal ini menjadi lingkaran mata rantai yang sulit terputus.

Faktor lainnya menurut Barnhart, kurangnya pengakuan dan penerimaan dari orang lain, yang menyebabkan kekecewaan, marah dan perasaan tidak berharga, sehingga menimbulkan rasa cemburu pada orang lain yang memiliki kelebihan. Di sinilah pentingnya seorang ibu untuk menerima dan mencintai dirinya apa adanya. Penerimaan yang
seutuhnya pada diri sendiri tidak lepas dari penerimaan dan penilaian orang lain. Salah satu tokoh psikohumanistik, Carl Rogers, mengatakan bahwa penerimaan positif tanpa syarat dari orang lain akan membentuk seseorang memiliki perasaan berharga dan konsep diri yang positif.

Persepsi peran gender di masyarakat
Pada kultur budaya di Indonesia, penerimaan tentang perempuan masih terbelenggu oleh tradisi. Penilaian tentang perempuan yang ideal tidak lepas dari peran kultural yang menjadi tolak ukur penilaian di masyarakat. Perempuan yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut, dinilai sebagai perempuan yang kurang ideal dan dianggap gagal. Nyatanya, dalam menjalankan berbagai peran sebagai seorang perempuan tidak lepas dari segala keterbatasan dan ketidaksempurnaan. Hal ini yang perlu diterima sebagai bagian dari
penerimaan diri. Oleh karenanya, seseorang perlu terus belajar untuk menyelaraskan diri antara harapan dan kenyataan. Keselarasan itulah yang akan membuat kita bisa memahami dan mentoleransi tingkah laku orang lain. Menurut Rogers, seseorang cenderung memunculkan perilaku maladaptive ketika tidak bisa menerima kekurangan yang ada pada
dirinya. Penerimaan diri bagi seorang ibu tidak hanya penting untuk menjaga kesehatan mental tetapi juga untuk menghindarkan diri terjebak dalam lingkaran mata rantai sebagai korban dan pelaku Mom Shaming.

Standart penilaian masyarakat tentang perempuan yang ideal sebagai istri dan ibu rumah tangga sering dijadikan tolak ukur dalam melakukan penerimaan diri. Stigma di masyarakat seringkali menimbulkan perasaan bersalah pada perempuan ketika tidak mampu menjalankan perannya seperti yang diharapkan. Masyarakat perlu membuka wawasan dan
membentuk sudut pandang baru bahwa setiap orang memiliki keterbatasan dan cara masing-masing dalam menjalankan perannya, tidak terkecuali seorang ibu. Dukungan untuk menjadi ibu yang bahagia jauh lebih bermakna daripada menuntutnya menjadi ibu yang sempurna.

Di sisi lain, penting bagi seorang perempuan untuk menerima segala keterbatasan sebagai bagian dari penerimaan diri seutuhnya. It’s ok not to be ok. Penghargaan terbaik adalah penerimaan positif dari diri kita tanpa perlu penguatan dari orang lain. Mulai dari diri sendiri, mencintai diri seutuhnya dan menerima diri apa adanya untuk memutus mata rantai mom shaming.

Unpregnant: Menjadi Sebaik-Baiknya Orang Tua, Apapun Pilihan Anaknya

Beberapa waktu sebelumnya aku mencoba mencari berbagai referensi review terkait film Unpregnant sebagai bahan untuk membuat tulisan ini. Film itu sendiri sudah kutonton lebih dulu beberapa bulan yang lalu. Banyak review kutemukan membahas lebih kurang hal yang sama tentang Unpregnant, yaitu film road trip komedi dengan aborsi sebagai tema utama. Bahkan, rata-rata review di Indonesia lebih banyak membicarakan ketidaksetujuan mereka dengan isu yang diangkat dalam film tersebut ketimbang aspek strukturalnya. Semua review itu sebenarnya sudah bicara banyak tentang Unpregnant, namun tetap saja aku merasa perlu membicarakan hal lain yang kutemukan dalam salah satu adegan di film itu.

Apakah Aku akan Hamil Kalau…

Kamu mual dan pusing? Kamu juga panik karena baru saja melakukan hubungan seksual? Beberapa dari kalian mungkin langsung beranggapan “apakah aku hamil?”, tapi apakah kamu tahu tidak semua hubungan seksual mengakibatkan kehamilan? Jadi tenang dulu, meskipun kehamilan adalah hal yang sangat mungkin pada perempuan yang aktif secara seksual, mual dan pusingmu bukan berarti hamil lho.

Apa itu kehamilan?

Kehamilan adalah proses yang terjadi ketika sel telur bertemu dengan sperma hingga terbentuknya janin yang siap untuk dilahirkan. Sel telur berasal dari ovarium atau indung telur. Sel telur akan keluar dari ovarium dan berjalan turun ke rahim lewat saluran tuba falopi ketika usianya sudah matang. Proses ini disebut juga proses ovulasi. Pembuahan terjadi ketika dalam proses ini, sel telur bertemu dengan sperma. 

Dari proses pembuahan nantinya terbentuk konsepsi yang akan menjadi janin. Kehamilan terjadi selama 40 minggu dan dibagi menjadi tiga trimester yaitu, kehamilan trimester pertama (0-13 minggu), kehamilan trimester kedua (14-26 minggu) dan kehamilan trimester ketiga (27-40 minggu). 

Hubungan seksual apa saja yang menyebabkan kehamilan?

Kehamilan terjadi akibat pertemuan sel telur dan sperma. Jadi ketika kamu melakukan hubungan seksual yang berpotensi untuk terjadinya pertemuan sel telur dan sperma, itulah yang memungkinkan terjadinya kehamilan. 

Hubungan seks seperti penetrasi vaginal ataupun aktivitas lainnya dimana laki-laki berejakulasi di sekitar vagina berpotensi pada kehamilan. Cairan yang dikeluarkan laki-laki sebelum ejakulasi (pre-cum) pun dapat menyebabkan kehamilan karena di dalamnya juga ditemukan sperma. Kapanpun dan dimanapun kamu melakukan penetrasi akan mungkin terjadi kehamilan, bahkan meskipun itu adalah penetrasi pertamamu. 

Sedangkan kegiatan seksual seperti berciuman, oral seks, atau mutual masturbation tidak menyebabkan kehamilan karena tidak terjadi pertemuan sel telur dan sperma. Jadi kalau ada mitos kalau kamu bisa hamil dengan kegiatan seksual seperti itu, jangan di percaya ya! 

Melakukan penetrasi saat menstruasi juga tetap mengakibatkan kehamilan. Hal ini dikarenakan sperma masih bisa hidup selama 72 jam setelah ejakulasi. Jadi ada kemungkinan sperma tersebut masih bertahan hingga perempuan ovulasi. Bahkan percaya tidak percaya, kamu juga tetap bisa hamil lho meskipun sedang menyusui.

Apakah bisa hamil meski sudah memakai kontrasepsi?

Sayangnya, sampai saat ini belum ada kontrasepsi yang 100% menghindarkanmu dari kehamilan. Faktanya, kondom yang biasa laki-laki pakai pun hanya efektif mengurangi potensi hamil sebesar 82%. Sedangkan IUD menyisakan 1% kemungkinan kehamilan. Kontrasepsi darurat pun akan berkurang efektivitasnya ketika diambil dengan jeda yang terlalu lama setelah berhubungan seks tidak aman.

Bagaimana mengetahui kehamilan?

Meskipun kamu merasa bahwa kamu mual dan pusing, bukan berarti kamu mengalami kehamilan. Bisa jadi. Tapi, tidak selalu begitu. Bahkan menstruasi yang terlambat pun belum tentu terjadi karena kehamilan, bisa jadi hormonmu tidak stabil, perubahan pola makan ataupun stress. Cara mengetahui bahwa kamu hamil atau tidak adalah dengan melakukan cek kehamilan. Kamu bisa membeli test pack ataupun pergi ke klinik untuk melakukan USG. Jika kamu masih bingung dengan kondisimu, terkait ini kamu bisa menghubungi konselor di Samsara Hotline.

Jangan ragu untuk mengecek ketika kamu merasa khawatir. Karena lebih cepat kamu mengetahui apa yang terjadi pada tubuhmu, lebih baik. 

POPULER